No Matter How...



No matter how hard you try to be good.
If you are in wrong place,
you'd never be perfectly good.

Setidaknya menurutku seperti itu. Coba kalian pikir. Sekeras apapun kalian mencoba untuk menjadi baik, tapi kalau keadaan yang memaksa, yah tentu saja kebaikan itu takkan menjadi sempurna. 

X : Tapi kan tergantung orangnya, gimana dia menjaga diri untuk tetap baik... 

Ihh, ini si X siapa sih. Omong kosong! Aku sudah memperhatikan banyak sekali orang baik, sekalinya terjun ke lingkungan yang kontras dengan dirinya, beuhhh... Kira-kira apa yang terjadi? Masihkah ia mampu menjaga diri? Tidak! Ia pasti akan terpengaruh, terwarnai.

Masih jelas di benak kita soal kasus penggelapan dana daging import yang dilakukan Bapak Lutfi Hasan Ishak. Nah, dia itu kan mantan presidennya partai PKS. Meninjau dari hal tersebut, siapa coba yang berani mengatakan kalau beliau bukan orang baik? Sedikit.
Mungkin banyak yang berpendapat bahwa beliau adalah orang baik (standar baiknya, ya menurut khalayak umum dulu lah). Tapi, ketika dia terlibat dalam politik yang ngg......kacau kayak sekarang? Voila! Dia terwarnai! Terlibat dalam kasus kotor macam korupsi itu. Itu menegaskan bahwa orang baik pun masih bisa terpengaruh jika lingkungannya tidak kondusif, alias buruk bagi dirinya.

Mari kita lupakan sejenak soal kasus korupsi itu. Kita cari contoh lain deh. Hmm, apa ya... Oh ya. Tadi di sekolah aku belajar biologi. Tenang, tenang, aku nggak akan membahas soal lobus-frontal-parietal-occipital-apalah-itu-namanya kok. Jadi ceritanya begini... 

*dummm tsssss dummm*

Kelasku tuh nggak jauh beda dengan kelas ababil lainnya. Berisik, rasanya mulut bakal mengeluarkan senyawa beracun kalo nggak dipake ngobrol semenitpun. Nggak peduli, mau lagi ada yang presentase kek, mau gurunya lagi jelasin pelajaran kek (kecuali gurunya killer macam hitler), kelasku akan terus bising. Seperti ribuan lebah. 

Dan........................aku salah satunya. Eittss, wait a minute. Sebenernya aku nggak begitu suka ngobrol ketika ada yang lagi ngomong di depan kelas, dan berhubung pelajarannya agak musuhan sama otakku, makanya tadi aku pengen merhatiin dengan seksama dan sesingkat-singkatnya. Jadinya aku hanya berdiam diri di tempatku, memperhatikan pemateri ngoceh. 

Kira-kira, bisa nggak aku mencerna materi-materi itu di tengah kebisingan kelas? Sekalipun aku yang diam tanpa kata?

IMPOSSIBLE.

Tuh kan! Dan fyi, kelasku nyaris dihukum gara-gara berisik banget. Meskipun beberapa di antara kami memperhatikan jalannya diskusi. Hmm, well, aku nggak merhatiin sampai tuntas sih. Ujung-ujungnya aku malah facebook-an karena putus asa nggak bisa menangkap materi diskusi.

Oke, stop saja ceritanya. Liat kan buktinya? No matter how hard I try! Kalau keadaan yang memaksa, kebaikan itu akan mudah rapuh. Malah cenderung berbalik menjadi buruk.

Aku jadi teringat satu hal.

Dua kali seminggu aku menjalani halqah rutin setiap minggu. Ditambah satu kali, sama kajian di sekolah. Aku belajar banyak hal. Mulai dari perbaikan diri, hingga perbaikan negara. Garis bawahi perbaikan diri. Maksudnya, aku belajar bagaimana menjadi seorang muslimah yang baik, menjaga pergaulan, dan lain sebagainya. 

Lantas, setelah itu, aku pulang. Di jalan, ku lihat pasangan idiot pacaran, remaja-remaja kriminal (bukan nakal lagi), dan penyimpangan-penyimpangan lainnya. Lah, bagaimana kita bisa menjaga diri dari hal-hal kotor itu, kalau lingkungannya mendukung sepenuh hati seperti ini?

Tiba di rumah, nonton berita di TV. Semuanyaaaa tentang keburukan demokrasi (heran deh, udah tau buruk, kok cuma didiemin). Hingga akhirnya, terdengarlah keluhan "Beginimi kalo nda ada khilafah..." (Baca : gini nih kalo nggak ada Khilafah). Kali ini skalanya cukup besar, negara. Lah, bagaimana kita mau bersih total? Wong negaranya saja memakai dasar negara yang bobrok ini...

Aku jadi (ngeri) ngebayangin, beberapa tahun lagi aku akan terpaksa bergelut dengan dosa yang lebih ekstrem, misalnya terlibat riba atau membayar pajak dengan terpaksa. Kontras dengan apa yang kupahami. Lo pikir enak ngejalanin hidup gak sesuai dengan pemikiran lo? -_-

Kalau diliat-liat sih, emang segala hal diatas itu ada aturannya. Demokrasi berjalan, pasti ada aturannya. Remaja bergaul dengan bebas, pasti ada aturannya (HAM pasti). Sekarang mikir deh, masih mau hidup dibawah aturan yang nggak banget ini? Aku sih ogah.

Memang benar musyrifahku berkata, "Kita tidak akan bisa menjalankan SEMUA perintah Allah jika tak ada institusi yang mengikat. Karena 2/3 perintah Allah yang tercantum di Al-Qur'an itu hanya bisa dijalankan jika negara menerapkan hukum syari'at." Masalahnya sekarang, negara mana yang menerapkan syari'at? Nggak ada! -_-

X : Jadi gimana dong? Kita nggak bisa mematuhi perintah-Nya dong ya?

(Wah, si X udah waras) Ya iyalah. Sebelum ada negara yang menerapkan syari'at alias Daulah Khilafah, kita nggak bisa menjalankan sebagian perintahnya. Ingat Allah berfirman ," Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. " (TQS Al-Baqarah, 2 : 208 ) So, kita harus memperjuangkan tegaknya Daulah Khilafah kalo kita nggak mau menjadi muslim setengah-setengah. Biar kita bisa keluar dari tempat yang salah ini, dan menjadi muslim seutuhnya. Rise Khilafah!
Well, sekarang masih ada yang mau bilang "Tergantung gimana dia menjaga diri untuk tetap baik..." ? Ke laut sono, nguras.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersyukur masih bisa bersyukur.

Forget? No. JUST FORGIVE!

Space