Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Kita akan diuji oleh apa-apa yang kita ucapkan.

Baru semalam ngoceh panjang lebar sama seorang adik, "Kesulitan itu terkadang datang untuk menguji kedekatan kita pada Allah dan pada Alqur'an..." Malam ini langsung ujian. Ujian komitmen terhadap ucapan. Allah :')

Space

Sedang ingin mengambil jeda. Istirahat dari keriuhan. Bukan, bukan keriuhan dunia, melainkan keriuhan di dalam pikiran sendiri. Bersahut-sahutan, menuntut diselesaikan satu per satu dengan sempurna. Saya harus duduk sejenak. Sedikit menepi, tak banyak bicara. Inginnya benar-benar hening. Untuk meyakinkan diri kembali. Untuk menginsyafi langkah sejauh ini. Untuk membesarkan hati, bersiap menuju perjalanan panjang yang menanti. :)

Sejak Awal Semuanya Memang Begitu

Sejak awal semuanya memang begitu Kau harus berjuang sendiri Menanggung seluruh beban sendiri Luka, duka, kecewa Siapa yang peduli dengan itu semua? Sejak awal semuanya memang begitu Kau harus terus berlari kencang Walau hatimu masih terguncang Kesal, hampa, amarah Urusanmu sendiri, tak ada yang peduli Sejak awal semuanya memang begitu Kau sudah tamat belajar tentang rasa sakit Sakitnya diabaikan, dikecewakan, ditinggalkan Lalu sejak kapan kau mulai berharap begini? Bukankah, sejak awal semuanya memang begitu? Hidup ini, sayang Bukan tentang seberapa banyak manusia yang memuji Bukan tentang seberapa banyak manusia yang mengagumi Bukan tentang seberapa banyak manusia yang menemani Tapi kau harus terus berjalan, bahkan berlari Walau yang menjadi teman hanya sepi, sendiri Titik puncak hidup bukan di sini Teruslah berlari Walau sendiri 14/06/20 5.52 am

My Internal Battle

Katamu, kita harus selalu menyediakan ruang untuk kecewa, selama kita masih ada di dunia. Tapi, kenapa ketika ruang kecewa itu akhirnya terisi, kau malah berusaha untuk menghindar? Katamu, memaafkan tak selamanya berarti melupakan. Tapi, kenapa ketika ingatan itu kembali mencuat, rasa nyeri di hatimu tak kunjung reda juga? Katamu, seluruh urusanmu sepenuhnya adalah transaksimu dengan Allah, gak ada urusan sama manusia. Tapi, kenapa ketika kau diabaikan dan semuanya tak sejalan dengan ekspektasi, diam-diam kau mengutuki keadaan? Katamu, kau sudah berputus-asa dari pengharapan atas makhluk. Tapi, kenapa ketika kau sudah merasa melakukan yang terbaik, ruang harapan di hatimu itu masih saja mendominasi? Katamu.... Tapi kenapa.... Ah, semesta. Mengapa alurnya begitu membingungkan?