Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Untuk Si (Calon) Ghuroba

Untuk seseorang yang sedang mengejar gelar Al Ghuroba'. Luruskan niatmu, tak ada apa-apanya segala letihmu jika tidak kau persembahkan hanya untuk Rabb-mu. Lillah, billah, fillah! Kuatkan tekadmu, ketahuilah bahwa jalan yang engkau tempuh adalah jalan warisan Rasulullah saw. dan para sahabatnya yang memiliki jiwa kesatria. Tak ada waktu untuk bermanja apalagi menangis! Kokohkan langkahmu, sebab di sepanjang jalan ini akan banyak aral melintang yang sewaktu-waktu bisa menyandung kakimu, dan menjatuhkanmu dalam kegelapan yang mengerikan! Lapangkan hatimu, sebab akan banyak ujian dan cobaan bagi mereka yang mencoba berbaris dalam perjuangan ini. Bersiaplah menghadapi segala caci maki dan cibiran dari orang-orang yang tidak memahami, rangkul mereka dengan dakwahmu! Bersandarlah hanya kepada Allah, akan kau dapati bahwa hanya Allah yang dapat menghiburmu, dalam segala kesedihan dan kepenatan yang kau hadapi di sepanjang perjuangan ini! "'Islam muncul pertama kali dalam ke
Saya tidak tahu lagi, deh. Untuk apa semua ini saya lakukan jika bukan karena ridha-Nya. Yang jelas, dunia saat ini begitu kejam. Begitu low-appreciation. Segala bentuk usaha keras dan perjuangan bisa saja tidak berharga sama sekali di mata mereka. Segala lelah juang kita bisa saja dinilai sama dengan hasil upaya mereka yang kerjanya hanya ongkang kaki dan mengklaim karya orang lain. Tak ada apresiasi, tak ada penghargaan. Si pekerja keras bisa sama nilainya dengan si copycat. Untungnya saya mengenal sesuatu yang jauh lebih berharga dari sekedar pujian manusia, yang bernama "ridho Allah". Sesuatu yang jika saya kumpulkan, bisa saya pakai untuk membeli surga Allah. Bahkan buk a n hanya untuk saya, melainkan juga untuk orangtua saya dan orang-orang yang saya cintai. Aamiin. Maka, kembali saya mempertanyakan, untuk apa lagi hidup ini, aktivitas ini, kerja keras ini, jika bukan karena ridho Ilahi Rabbi? Sungguh, dunia ini remeh. Tidak ada apa-apanya. Oh, Allah. Letakkan dunia d

Kata Orang, Tidak Akan Ada yang Namanya Harapan Palsu Kalau Tidak Ada yang Geer Duluan

Makanya, tak usah menyebut seseorang itu PHP alias pemberi harapan palsu, toh salah sendiri, siapa suruh berharap? 😄 Pun demikian halnya dengan demokrasi. Anda kecewa karena penista agama ternyata hukumannya ringan di bawah demokrasi? Anda shock karena pemimpin pilihan Anda enggan menerapkan perda syariah di bawah demokrasi? Sebenarnya tidak perlu kecewa. Tidak perlu kaget. Tidak perlu shock. Justru harusnya semakin sadar, bahwa inilah wajah asli demokrasi. Salahnya kita, karena berharap hukum demokrasi akan menghukum penista agama dengan sanksi setimpal (apalagi konon yang bersangkutan memiliki bekingan yang cukup kuat). Salahnya kita, karena berharap pemimpin yang terpilih dengan jalan demokrasi akan serta merta menerapkan syariat. Salahnya kita, karena berharap... Padahal dalam demokrasi, sistem perpolitikan memang didesain oportunistik. Segala sesuatu berjalan berdasarkan kepentingan segelintir manusia, bukan kepentingan semua orang. Buktinya, ratusan ribu ba

Sesuatu yang Sempurna, Berarti Tak Butuh yang Lain Lagi

Gambar
Apa itu sempurna? Di mana-mana, yang namanya sempurna, berarti tidak ada kurangnya. Tidak ada cacatnya. Tidak ada minusnya. Sedikitpun. Setitikpun. Kalau kita sudah memiliki sesuatu yang sempurna, tentu kita merasa cukup dengan hal itu. Tak butuh yang lain lagi, tak melirik yang lain lagi. Begitupun dengan Islam, agama yang (mungkin) kita peluk sejak lahir ini. Islam agama yang sempurna, yes. Kalimat ini mungkin sudah se ring kita dengar. Bahkan kita ucapkan. Tapi, apa kita paham yang dimaksud 'agama yang sempurna'? Allah Azza wa Jalla berfirman: الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3] Islam agama yang sempurna. Berarti Islam tak ada cacatnya, tak ada kurangnya, tak ada kudetnya. But always up to date. Singkat cerita, seg
Will Durant, seorang penulis non muslim, dalam bukunya The Story of Civilization menceritakan betapa manisnya kerukunan umat beragama di bawah naungan Khilafah di era Bani Umayyah. Ia menuturkan, orang-orang Yahudi yang ditindas oleh Romawi, membantu kaum Muslim yang datang untuk membebaskan Spanyol. Mereka pun hidup aman, damai dan bahagia bersama orang Islam di sana hingga abad ke-12 Masehi. Bahkan para pemuda Kristen yang dianugerahi kecerdasan pun mempelajari fiqih dan b ahasa Arab bukan untuk mengkritik atau meruntuhkannya, tetapi untuk mendalami keindahan gaya bahasanya yang luar biasa. [Will Durant, Qishat al-Hadharah, juz XIII/296-297]. Anehnya, hari ini, berabad-abad setelah kisah manis itu terjadi, ada sekelompok orang yang menolak mentah-mentah ide syariah dan Khilafah dengan alasan bahwa Islam akan memecah-belah bangsa dan tidak cocok diterapkan pada masyarakat majemuk. Mau tahu hal yang lebih aneh lagi? Sekelompok orang ini tidak datang dari kalangan

Siapakah Atasanmu?

Ketika kita mengucapkan 'Allahu Akbar', maka sebenarnya di situ kita mengakui bahwa hanya Allah yang Maha Besar, tidak ada lagi yang lebih akbar dari-Nya Konsekuensi logis dari hal ini, yaitu bahwa ketaatan kita hanyalah kepada Allah. Bukan kepada yang lain, bukan taat kepada manusia, apalagi manusia yang menjadi musuh Allah Ketika ada yang menghalangi dakwah Islam dengan dalih sedang menjalankan perintah dari atasan, maka pikirkanlah "Siapa atasan kita?" Apakah atasan yang kita takuti itu lebih dahsyat perintahnya daripada perintah Allah? Apakah atasan yang kita takuti itu lebih keras siksaannya dari Allah? Ketika ada yang menghalangi syiar Islam dengan alasan mendapatkan tekanan dari pihak tertentu, maka pikirkanlah "Tekanan siapakah yang kita takuti?" Apakah tekanan dari manusia lebih kekal adanya daripada tekanan dari Allah? Apakah ancaman Allah berupa api neraka yang menyala tak ada apa-apanya dibandingkan ancaman manusia yang lem

Di Jalan Ini...

Gambar
Di jalan ini, Bilal bin Rabbah dengan payah mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, berusaha tak sedikitpun tergoda rayuan Umayyah bin Khalaf untuk meninggalkan Islam. "Ahadun Ahad..." Lirihnya berkali-kali, tanpa kompromi. Di jalan ini, Ustman bin Affan pernah diselubungi tikar dari daun kurma, kemudian diasapi dari bawah. Tak sedikitpun beliau gentar, bahkan semakin kokohlah keyakinannya. Di jalan ini, Ammar bin Yasir pernah disiksa kaum kafir Quraisy dengan besi panas, setelah sebelumnya beliau menyaksikan kedua orangtuanya syahid dalam siksaan kaum kafir. Di jalan ini, Rasulullah saw dan para sahabatnya diuji. Orang-orang jahiliyah berharap, setelah ujian dan siksaan bertubi-tubi, Rasulullah dan para sahabatnya akan mencampakkan dakwah, mencampakkan Islam. Namun kenyataannya, tak sedikitpun tekanan itu berpengaruh kepada Rasulullah dan para sahabat. Bahkan semakin kokoh, semakin teguh, semakin gigih mereka merintis jalan perjuangan. Hingga kelak a