Postingan

Menampilkan postingan dari 2018
Sekuat-kuatnya hatimu, Setangguh-tangguhnya ragamu, Sebulat-bulat tekadmu, Sebesar-besar semangatmu, Tetap saja Akan ada masa kau ingin mengeluh Berteriak Atau mungkin, Menangis? Tak masalah Mengeluhlah saja Berteriaklah saja Menangislah saja Kau ini manusia, bukan pahlawan super Namun, pastikan Bahwa hanya Allah yang mendengar keluhanmu Hanya Allah yang menenangkan teriakmu Hanya Allah yang memelukmu erat dalam tangismu
Target tahun ini: 'Selesai' dengan diri sendiri. Hei, tak masalah kan jika baru menetapkan target ini sekarang?
Bukankah sudah berkali-kali kau jatuh cinta pada cara Allah mengatur urusan-urusanmu? Bukankah sudah berkali-kali kau menyaksikan, bagaimana Allah menjauhkanmu dari kemaksiatan dan kerugian, setelah sebelumnya kau ditimpa kesulitan yang teramat sangat? Bukankah sudah berkali-kali kau menyaksikan, setelah kehilangan yang menyakitkan, Allah menggantinya dengan berkali-kali lipat dari yang kau duga? Bukankah sudah berkali-kali kau menyaksikan, bagaimana Allah menghindarkanmu dari keburukan dan kesia-siaan, setelah sebelumnya kau didatangi kesibukan dalam kebaikan yang tak sudah-sudah? Lalu... Mengapa kali ini kau rapuh? Mengapa kali ini kau jatuh? Apakah telah habis prasangka baikmu pada Rabbmu? Apakah telah sempit hatimu untuk bertawakkal? Apakah telah sibuk engkau sampai tak ada celah untuk sekedar merenungi: ini ujian ataukah azab?
Buktinya, kau memang harus selalu belajar. 'Pembelajar' adalah status yang tak boleh sedetikpun terlepas dari dirimu. Seiring berjalannya waktu, kepalamu akan semakin terjejali dengan ilmu ini itu, teori ini itu, konsep ini itu. Dan kemungkinan untuk lupa dan khilaf itu akan selalu ada. Dulu kau tak menyangka, bahwa ada saatnya kau akan bingung membedakan qadha' dan qadar. Dulu kau tak menyangka, bahwa ada saatnya kau bingung menentukan wilayah yang dikuasai dan menguasaimu. Dulu kau tak menyangka, bahwa ada saatnya kau lupa hadits "Berkata baik atau diam." Dulu kau tak menyangka........ Plak. Sekali lagi kau tertampar! Tidak ada untungnya merasa lebih baik dari yang lain. Ah, belajar lagi, sana!

Tentang Hemat dan HTI

Melihat perbincangan yang sedang tren beberapa waktu belakangan, saya teringat sebuah tulisan dari (mantan) Jubir HTI, Ustadz Ismail Yusanto. Tentang hemat. Satu poin yang saya ingat dari tulisan itu adalah, kita jangan mudah tersanjung pada pejabat-pejabat yang menunjukkan gaya hidup hematnya. Seakan-akan dengan dia menghemat uang receh, dosa-dosanya menghamburkan kekayaan negara yang jumlahnya trilyunan itu langsung terhapuskan. Ya, sepertinya orang-orang mudah sekali tersentuh hatinya pada pejabat yang memakai barang-barang murah. Sendal jepit, kaos oblong, jalan kaki, tampang sederhana. Langsung melabeli: MERAKYAT! Hello, apa kabar hutang negara ribuan trilyun? Apa kabar aset-aset negara yang diobral kepada investor-investor asing? Apa kabar sumber daya yang disedekahkan pada kapitalis hingga rakyat sendiri cuma dapat limbahnya saja? Apa kabar? Tiba-tiba saya kepikiran, mungkin ini salah satu alasan HTI dipersekusi. Terlalu terang menampakkan sandiwara penguasa di rezim kapital