Abu-abu

Entah untuk yang keberapa kali gadis itu memperbaiki posisi duduknya. Ia terlihat sedang berpikir keras, gelisah sekali. Sesekali ia memainkan pulpen yang digenggamnya, atau pura-pura melirik jam dinding atau handphonenya. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu halaqoh yang kami lakukan selesai, tapi ia tetap tak beranjak. Tak pula mengucapkan apapun. Aku pura-pura membiarkannya, tak menegurnya mengapa tak segera pulang. Dalam hatiku aku bertanya, ada apa?

Ah, memang benar perkataan orang. Manusia tumbuh bersama masalah. Lihat saja gadis yang duduk gelisah di hadapanku ini. Aku mengenalnya sejak empat tahun lalu, bahkan sejak ia masih menjadi 'gajah', gadis jahiliyah. Dulunya kupikir ia tak akan bertahan lama, tapi ternyata.... diantara teman-temannya yang lain, dia yang paling kekeuh meneruskan perjuangan. Sejujurnya, aku salut pada totalitas dan integritasnya.


Tapi belakangan, aku tak tahu apa yang terjadi. Kesibukanku sebagai mahasiswa tingkat akhir sekaligus agendaku sebagai pengemban dakwah membuatku tak pernah lagi memperhatikan kehidupan pribadinya. Selama ini dia baik-baik saja, kupikir begitu... Tapi entahlah, mungkin dia sedang futur, aku tak tahu. Aku juga semakin bingung dengan perubahan sikapnya. Kini ia hanya berbicara seperlunya saja, tak seperti dulu--cerewet sekali.

Gadis itu tetap tak bergeming. Dari sorot matanya aku tahu ia sedang ada masalah, tapi aku tak bisa menebak lebih jauh. Sesekali kudapati ia sedang menatapku, seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi sedetik kemudian kata-kata yang telah sampai di ujung bibir ia telan kembali. Kemudian terdiam lagi. Tak lama, ia berdiri, mengenakan ranselnya, berpikir sejenak, lalu duduk lagi. Aku menatapnya.... pandangan kami bertemu.

"Kak...."

"Iya, Dik?"

"Hmm...  gimana ya kalo pas ujian nanti aku tergoda untuk nyontek?"

Ah, ia sedang mengalihkan perhatian. Aku tahu bukan itu yang ingin ia tanyakan. Aku yakin ia sudah tahu jawabannya. Tapi meskipun begitu, aku tetap menjawabnya dengan sabar. Ia hanya tersenyum tipis, lalu terdiam lagi. Beberapa saat kemudian, ia berdiri.

"Kak, aku pulang dulu, ya. Sudah sore. Jazakillah khairan katsiran untuk hari ini. Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,"

Sesaat kemudian ia sudah berlalu, meninggalkan tanda tanya besar dalam kepalaku.

Sesaat kemudian, aku menerima SMS.

Assalamu'alaikum.wr.wb. Kak, tolong beri aku nasihat...

Dan sekarang aku semakin bingung saja.


Gowa, 12 April 2014.
1.01 am
Diambil dari sudut pandang yang berbeda... Oh lupakan, ini hanya kisah fiksi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersyukur masih bisa bersyukur.

Space

Forget? No. JUST FORGIVE!