Inersia dalam Diri Manusia
Secara alamiah, semua benda memiliki daya inert atau
kelembaman di dalam dirinya. Kelembaman inilah yang membuat sebuah benda
cenderung menolak perubahan terhadap keadaan geraknya. Entah pada saat itu ia
sedang diam, atau sedang bergerak lurus beraturan, ia akan tetap mempertahankan
posisinya hingga mendapatkan gaya yang setimpal dengan massanya agar mengalami
perubahan.
Aih, memang rumit berbicara fisika. Tapi, tunggu dulu.
Bahasan tentang inersia ini sejatinya sederhana sekali—bahkan dekat dengan diri
kita. Ya, sesungguhnya hakikat tentang inersia ini bisa kita amati dalam diri
manusia. Pernah melihat orang yang malasnya minta ampun? Nah, orang itu
sebenarnya sedang lembam. Cenderung untuk mempertahankan posisinya. Tidur terus,
duduk terus, ngelamun terus. Sigma F = 0. Seperti itulah.
Demikian juga halnya dengan orang yang alergi terhadap
perubahan. Inersia bisa terjadi pada orang-orang yang telah terbiasa pada gaya
hidup yang dinikmatinya. Meskipun, ia tahu hidupnya berada di jalur yang tidak
benar, namun ia sudah terlanjur terbiasa dengan hal itu. Meskipun ia tahu
pacaran itu salah, namun ia sudah terlanjur ‘menikmati’ dan tidak bisa lepas
dari ‘keadaan geraknya’ yang salah itu. Meskipun ia sadar bahwa demokrasi itu
banyak cacatnya, tapi ia sudah terlanjur terbiasa dan malas untuk melakukan
perubahan. Ada yang seperti itu? Ada. Banyak.
Kabar baiknya, sebuah benda BISA bergerak jika dia
mendapatkan gaya yang sebanding dengan massanya. Semakin besar massa sebuah
benda, semakin besar pula gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya bergerak atau
mengubah geraknya. Sama halnya dengan manusia. Semakin besar kecenderungannya
untuk tetap dalam kemaksiatan, semakin besar pula usaha yang harus dikerahkan
untuk mengajaknya berhijrah. Tentu saja ini bukan kuasa manusia untuk mengubah
seseorang. Allah saja sudah berfirman dalam surah Ar-Ra’d ayat 11 bahwa “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu
sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka”. Di sinilah titik perbedaan
benda dengan manusia. Kalau benda membutuhkan gaya dari luar, kalau manusia
justru gaya itu berada dalam diri mereka sendiri. Upaya untuk berubah itu
datang dari kesadaran masing-masing. Adalah tugas seorang pengemban dakwah
untuk membangun kesadaran pada diri orang-orang di sekitarnya. Seperti itulah…
3/3/'16
Komentar
Posting Komentar