Awal tahun ini, saya menyadari satu hal sederhana: kita harus bersyukur ketika masih punya kesempatan untuk bersyukur. Alhamdulillah, terima kasih, Ya Allah... Ada banyak hal yang sebelumnya telah saya sesalkan, ada banyak hal yang membuat saya menggerutu, marah, dan sebagainya, bahkan termasuk hal-hal sederhana, dan kini saya sadar bahwa bisa jadi hal-hal itu akan diambil oleh Allah. Sayangnya, saya baru menyadari betapa saya membutuhkan-dan mencintainya- ketika saya sudah kehilangannya. Bahwa kesyukuran itu mahal sekali harganya, benar. Mensyukuri segala yang datang meskipun kita tidak senang. Mensyukuri segala yang menghampiri meski kita tak selalu menyukai. Namun pada akhirnya, kita akan selalu sadar bahwa semua yang berasal dariNya selalu baik, selalu indah, selalu manis. Bersyukurlah.
Sedang ingin mengambil jeda. Istirahat dari keriuhan. Bukan, bukan keriuhan dunia, melainkan keriuhan di dalam pikiran sendiri. Bersahut-sahutan, menuntut diselesaikan satu per satu dengan sempurna. Saya harus duduk sejenak. Sedikit menepi, tak banyak bicara. Inginnya benar-benar hening. Untuk meyakinkan diri kembali. Untuk menginsyafi langkah sejauh ini. Untuk membesarkan hati, bersiap menuju perjalanan panjang yang menanti. :)
Beberapa waktu belakangan, Allah mempertemukan saya dengan orang-orang, buku, dan asupan otak lainnya yang-amazingly- kompak mengajarkan saya tentang sebuah konsep; FORGIVE = FORGET. Jadi saya akan menuliskannya di sini dengan harapan saya akan terus mengingat pelajaran berharga ini. Pernah gak sih dalam hidup ini kita merasa ingiiiin sekali melupakan sesuatu (kejadian, orang, atau pengalaman), tapi rasanya seolah-olah semesta ini semakin mempertegas ingatan kita tentangnya? Yang paling buruk, jika itu terkait pengalaman pahit yang ingin sekali kita buang dari laci memori kita, sebab setiap kali ingatan itu muncul, ada rasa sakit yang selalu mencuat entah dari mana. Rasa sakit yang muncul bersamaan dengan rasa benci, jengkel, sedih, tapi juga hampa. Nah, selama ini saya berpikir bahwa melupakan hal-hal seperti itu mustahil bisa kita lakukan. Sampai suatu ketika, seserang menyadarkan saya... Bahwa yang seharusnya kita lakukan bukanlah usaha untuk melupakan, namun yang terpenting adal
Komentar
Posting Komentar