Random Writings on My Evernote Account

Image source: Here

Assalamu'alaikum, yaa Blogger! :) 


Saya sampai lupa, kapan terakhir kali menulis di sini. Kehilangan semangat menulis? Yes, bisa jadi. Atau bisa juga, ide-ide berlimpah, tumpah-ruah di depan mata tapi saya yang.... engg, malas untuk menulis. Ehehe, mungkin ini yang benar (kayaknya sama aja, deh).


Sebenarnya sih, saya tidak berhenti menulis sama sekali. Saya suka menulis di mana saja: di kertas buram, di HP, di laptop juga jadi. Tapi, dari keseluruhan tulisan-tulisan itu, hanya sedikit, sedikiiiiitt saja yang--menurut saya-layak untuk dibaca, hehehe. Soalnya, kebanyakan tulisannya sepotong-sepotong ajaa, tidak selesai. Nggak jelas orientasi, konflik, dan resolusinya di mana... Hahaha (loh ini apa). And this time, saya akan memposting tulisan-tulisan random saya di akun Evernote. Agak tidak jelas, memang. Syukur-syukur kalau ada ilmu yang bisa dipetik, hehe ^^


------------------------------------------------------------------------------------------------------------

27/06/2014, 5:10
Aku hanya ingin menulis
Terkadang dunia terasa begitu indah; warna-warninya menyemarakkan hari-harimu, sinarnya terasa begitu menyilaukan mata. Membuatmu tersenyum lebar dan tertawa sangat lepas. Begitu ramah menyapamu setiap saat dengan berbagai keindahan dan kemewahan yang dimiliknya, membuatmu terbang tinggi bersama angan-angan hingga kau lupa untuk kembali memijakkan kakimu di tanah.

Terkadang pula, dunia terasa begitu kejam; kau merasa sendiri di dalamnya. Angan-angan yang kau miliki terhempas jauh dan ditertawakan oleh realita yang telah digariskan. Harapan-harapanmu hancur berkeping-keping, diremuk oleh kenyataan yang tak sesuai dengan keinginanmu. Sekali lagi, kau merasa sendiri dan tak punya apa-apa. Dunia di sekitarmu bergerak pergi meninggalkanmu, menertawakanmu, dan mengabaikanmu. Semuanya terasa begitu buruk hingga kemudian kau berpikir tak ada lagi gunanya kau hidup.

Itulah dunia, dengan segala macam topengnya. Mungkin kau akan bingung dengan jutaan persepsi yang muncul dari jutaan kepala lainnya. Mungkin kau akan bingung dengan hakikat hidupmu sebenarnya. Yang harus kau lakukan hanyalah terus berjalan, melangkah... hingga akhirnya kau menemukan persepsimu sendiri tentang dunia yang kau pijak ini.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
01/07/2014, 9:04
Aku teringat pada film 3 Idiots. 

Aku bukanlah orang yang terlalu fanatik terhadap film-film yang kutonton. Aku juga tidak pernah terobsesi terhadap film-film itu, terlebih pada pemainnya. Aku hanyalah penonton biasa. Tapi kini... aku benar-benar merasa seperti salah satu pemain di film 3 Idiots, Farhan.

Kau tahu, Farhan adalah salah satu dari tiga idiot-idiot itu. Ia dan kedua orang temannya yang lain, Rancho dan....ah, aku lupa namanya --aku memang payah dalam hal ini-- hanyalah mahasiswa biasa di sebuah institut teknik. Di antara mereka bertiga, hanya Rancho-lah yang terkesan paling berhasil. Ia sukses menjalani masa-masa kuliahnya dengan sempurna, sebab, --seperti yang selalu ia katakan--, ia menjalani apa yang dicintainya sehingga belajar atau bekerja terasa seperti sedang bermain.

Sebenarnya, temannya yang satu itu, yang tak kuingat namanya, juga mencintai teknik dan mesin. Namun ia punya sedikit masalah dengan keberanian terhadap masa depan. Beban hidup yang sangat berat tentang ia dan keluarganya membentuknya menjadi pribadi yang takut melangkah, takut salah. Akhirnya, ia tidak menikmati kuliahnya karena ketakutannya yang terlalu besar itu.

Nah, di antara mereka bertiga, masalah yang dialami Farhan mirip sekali dengan yang sedang kuhadapi. Farhan berasal dari keluarga sederhana, tapi orangtuanya rela berkorban apapun demi melihat Farhan sukses dalam kuliahnya. Sampai-sampai, ayahnya tak pernah terpikir untuk membeli mobil demi membeli sebuah pendingin ruangan untuk Farhan agar ia tetap nyaman belajar. Sejak kecil, tak pernah ada yang bertanya tentang cita-cita Farhan. Tidak ada. Tidak sejak ayahnya terobsesi untuk menjadikannya seorang insinyur yang hebat. Ia disekolahkan setinggi-tingginya demi melihat Farhan menjadi seorang insinyur suatu hari nanti. Farhan yang takut pada orangtuanya, tak punya pilihan lain kecuali menjalankan apa yang diinginkan orang-orang di sekelililngnya.

Tak pernah ada yang tahu apa yang paling diinginkan Farhan dalam hidupnya. Tak pernah ada yang tahu apa yang bisa membuat ia bahagia meskipun tidak mempunyai harta yang banyak. Tak pernah ada yang tahu, sebenarnya cinta Farhan bukanlah untuk teknik mesin. Tak pernah ada yang tahu, bahwa sesungguhnya cita-cita Farhan adalah menjadi seorang fotografer. Tak pernah ada yang tahu hingga ia berteman dengan Rancho.

Akhirnya, dengan segenap keberanian yang susah payah ia kumpulkan dan petuah dari Rancho, Farhan berhasil meyakinkan orangtuanya untuk meninggalkan engineering dan mulai mengejar apa yang seharusnya ia kejar. Mungkin, sepuluh atau lima belas tahun lagi, ia akan melihat teman-temannya kaya raya secara finansial, dan ia mungkin akan tertinggal jauh. Itu kalau bicara dari segi finansial. Tapi, Farhan hanya ingin bahagia dan hidup sederhana. Harta bisa dicari, tapi kebahagiaan yang terpenting. Kerjakan apa yang kau cintai, sehingga bekerja akan terasa seperti bermain....

Oh, aku sudah bercerita terlalu panjang tentang film itu sampai lupa bercerita soal diriku. Jadi, begini... I'm facing the same problem with Farhan, hahaha. Kau tahu, aku mencintai teknik! Aku mencintai pendidikan! Aku mencintai fisika! Tapi, sepertinya anggapan bodoh dan kuno seperti 'Kuliah untuk mencari kerja' sudah bersemayam dalam pikiran orangtuaku. Aku tahu mereka menginginkan yang terbaik, tapi, tolonglah, aku sudah bisa menentukan pilihanku sendiri. Bukannya keras kepala atau melawan orangtua, tapi percayalah, aku juga tahu apa yang terbaik untuk diriku.

Aku tahu apa yang ada di pikiran mereka. Mereka ingin aku menjadi--ah, itulah pokoknya, agar sepuluh atau lima belas tahun lagi mereka bisa melihatku 'bahagia', tidak dalam arti yang sebenarnya. Tapi, hei, aku bukan robot. Aku punya perasaan. Aku punya cita-cita. Aku punya impian yang selalu menagih untuk kuwujudkan. Oke, mungkin mereka benar. Kalau aku menjadi, ehm, 'itu', aku mungkin akan kaya. Aku akan sukses finansial, mungkin ya. Tapi, apa aku akan bahagia? Jelas saja tidak. Tak usah jauh-jauh hingga lima belas tahun ke depan. Beberapa bulan lagi mungkin aku akan menjalani masa-masa kuliah yang sangat membosankan bagiku. Aku akan menjadi mahasiswa tanpa nyawa. Aku akan menjadi mahasiswa korban obsesi orangtua. Ups.

Aku tahu segala resikonya. Jika aku melakukan itu, jika aku melakukan ini. Kita tak akan pernah lepas dari resiko, aku tahu itu. Kalau aku mengikuti kemauan mereka, sekali lagi, kau tak akan pernah melihat keceriaanku dalam menjalani masa kuliah, meskipun mungkin selepas kuliah aku bisa segera bekerja dan, wuuussshh, aku dihujani harta melimpah (Lol, ini sih pola pikir penjajah jaman kolonial, pikiran penjarah harta). Dan, kalau aku tetap pada pendirianku, mungkin segalanya akan terlihat biasa saja. Tapi aku akan bahagia. Aku tak akan mempermasalahkan berapa digit angka yang tertera dalam buku tabunganku, jelas saja karena bukan itu yang sebenarnya kutuju. Aku hanya ingin bahagia dalam menuntut ilmu, aku hanya ingin belajar dan mengerjakan apa yang kucintai. Itu saja.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
14/09/2014, 10.10
Belajar?
Apakah belajar adalah suatu kewajiban ataukah hak?

Apakah belajar adalah suatu tugas yang harus kita kejar dan selesaikan, ataukah belajar adalah suatu kesenangan bahkan hobi yang akan selalu kita lakukan dengan senang hati?

Bagaimana cara kita belajar, dan seperti apa hasil belajar kita nantinya, semua ditentukan oleh bagaimana cara pandang kita terhadap aktivitas belajar itu sendiri.

Saya sendiri masih berada dalam proses mengubah paradigma saya. Saya ingin memandang belajar sebagai hak saya, bukan lagi kewajiban. Dengan demikian, saya akan selalu berusaha menuntutnya dan akan gerah jika tidak diberikan kesempatan untuk belajar.

Saya juga sedang berada dalam proses untuk 'mengganti label' belajar itu, dari yang tadinya tugas berat yang harus diemban, menjadi suatu hobi yang akan selalu saya lakukan dengan senang hati dan riang gembira, tapi tetap bersungguh-sungguh dan tidak main-main.

Menurut saya sendiri, definisi belajar itu bukanlah sekedar duduk di kelas, mendengarkan penjelasan dosen, mencatat, lalu pulang. Belajar juga tidak hanya sekedar menorehkan sederet angka semisal 60,70,100, dsb, atau sederet huruf semacam A,B,C,dsb saja. Saya memaknai belajar sebagai suatu proses. Proses untuk mencapai tujuan. Lantas apa tujuan saya? Ya, menjadi manusia sebaik-baiknya. Jadi, dalam proses belajar saya sendiri, saya akan melakukan apapun, sekali lagi, APAPUN, demi menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Adapun hal-hal yang bisa menyeret saya pada keburukan, heh, saya tinggalkan saja...

Jadi, belajar adalah HOBI saya, HAK saya. Insya Allah, saya akan melakukannya dengan senang hati dan tanpa mengeluh. Saya akan menerjang ombak, menembus badai, melompati jurang, demi melakukan proses belajar saya dan mencapai targetnya. Bismillahirrohmanirrohim, I AM A LEARNER!!!

Oya, kata orang, the more you study, the more you forget. Makin banyak belajar, makin banyak lupa. Kalau tidak belajar, tidak akan ada yang dilupa. Benar juga, sih. Apanya yang mau diingat kalau tidak belajar apa-apa. Hehehe... =)) (Njlimet, ya? Biarin... :p)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
11/11/2014, 4:51
UNTUNGNYA, SAYA TIDAK MENYERAH
Hari ini (tepatnya sih, kemarin, 3/11), saya menjalani hari yang cukup menguras energi. Berkali-kali saya menghadapi rintangan yang seharusnya saya anggap sebagai tantangan. Berkali-kali pula saya berpikir untuk menyerah. Tapi entah mengapa, setiap kali keinginan untuk menyerah itu muncul, seolah ada dorongan super dahsyat yang membuat saya terus maju (ceilah..). Dan, alhamdulillah... di akhir itu semua, akhirnya saya bisa 'menoleh ke belakang' sambil mengatakan, "Untuuunngggg tadi saya tidak menyerah!!"

Yang pertama, soal laporan. Laporan perdana, selama saya menyandang status sebagai mahasiswa. Jadi, 

================================================

Dalam hidup ini, kadang kita mengalami masalah yang menurut kita terlalu berat. Menghadapi rintangan yang menurut kita terlalu rumit dan sulit untuk kita pecahkan. Sebegitu buruknya, sampai-sampai kepercayaan diri kita rapuh dan kita berpikir menyerah akan menyelesaikan semuanya. Kita sampai berpikir, "Ya sudahlah, saya tidak bisa melakukan ini. Saya menyerah saja." Begitu payahnya. Padahal, mungkin saat itu kita hanya sedikit panik sehingga tidak bisa berpikir jernih. Mungkin kita begitu dikagetkan oleh masalah yang datang tiba-tiba, hingga kita tidak bisa berpikir dengan kepala dingin untuk menemukan solusinya. Ya, ketika panik, kita akan berpikir PENDEK. Kita hanya berpikir, "yang penting saya aman saat ini." Ketika panik, kita tidak bisa berpikir matang dan jangka panjang. Pokoknya, menyerah adalah pilihan favorit!

Ketika kita memilih untuk menyerah, mungkin kita akan terlepas dari masalah itu............. untuk sesaat saja. Ingat, untuk sesaat saja. Well, kita tidak pernah benar-benar lepas dari masalah kecuali kita telah memecahkannya, bukan? Nah, seperti itulah yang sebenarnya terjadi. Setelah menyerah, kita bukannya terlepas dari masalah, melainkan hanya menunda waktu untuk menghadapinya. Lebih tepatnya, sih, 'menabung' masalah. Kenapa saya katakan demikian? You know, we grow with problems. Kita tumbuh bersama masalah. Masalah akan terus datang, tak menunggui kita untuk memecahkan masalah sebelumnya. Jadi, ketika kita menunda pemecahan satu masalah, artinya kita 'menabung' masalah itu hingga nanti menggunung menjadi tumpukan masalah.

Bingung, ya? Sama. Sebenarnya, yang ingin saya sampaikan disini adalah: Jangan pernah berpikir untuk menyerah. Kelak, ketika kita sudah sampai di 'puncak', kita akan menengok ke bawah dan akan berbisik ,"Untuuunngg tadi saya tidak menyerah..."

Terus, saya juga mau cerita. Boleh ya? Kalo nggak dibolehin juga nggak apa-apa. Toh saya akan tetap bercerita *yeee

Kemarin (3/11), entah mengapa rasanya seperti hari yang panjaaaaaanggg dan beraaaaaattt sekali. Berkali-kali saya berpikir untuk menyerah untuk setiap rintangan yang saya hadapi (ciee), tapi berkali-kali pula saya 'sok tegar' untuk menyelesaikannya. Sekarang, setelah saya pikir-pikir lagi, kayaknya cemen banget kalo kemarin saya menyerah untuk tantangan segitu aja. Untung, saya tidak menyerah! ^^ 
(note: this writing is unfinished :p)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
16/04/2015, 11:49
Yang kutahu, hidupku hanya untuk Allah. Maka kuhindari semua hal yang bisa menjauhkanku dariNya.

Yang kutahu, hidupku hanya untuk Allah. Maka tak kutakuti apapun selagi tak mengundang murkaNya.

Yang kutahu, hidupku hanya untuk Allah. Maka tak kurisaukan apapun yang tidak akan diperhitungkanNya.

Yang kutahu, Dia mencintaiku.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

That's all :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersyukur masih bisa bersyukur.

Space

Forget? No. JUST FORGIVE!