Katamu, kita harus selalu menyediakan ruang untuk kecewa, selama kita masih ada di dunia. Tapi, kenapa ketika ruang kecewa itu akhirnya terisi, kau malah berusaha untuk menghindar? Katamu, memaafkan tak selamanya berarti melupakan. Tapi, kenapa ketika ingatan itu kembali mencuat, rasa nyeri di hatimu tak kunjung reda juga? Katamu, seluruh urusanmu sepenuhnya adalah transaksimu dengan Allah, gak ada urusan sama manusia. Tapi, kenapa ketika kau diabaikan dan semuanya tak sejalan dengan ekspektasi, diam-diam kau mengutuki keadaan? Katamu, kau sudah berputus-asa dari pengharapan atas makhluk. Tapi, kenapa ketika kau sudah merasa melakukan yang terbaik, ruang harapan di hatimu itu masih saja mendominasi? Katamu.... Tapi kenapa.... Ah, semesta. Mengapa alurnya begitu membingungkan?